Indonesia adalah Negara hukum yang senantiasa mengutamakan hukum sebagai landasan dalam seluruh aktivitas Negara dan masyarakat.
Komitmen Indonesia sebagai Negara hukum pun selalu dan hanya dinyatakan secara tertulis dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 hasil amandemen.
Kondisi hukum diindonesia saat ini lebih sering menuai kritik atas pujian. Berbagai kritik diarahkan baik yang berkaitan dengan penegakkan hukum, kesadaran hukum, kualitas hukum, ketidak jelasan berbagai hukum yang berkaitan dengan proses berlangsungnya hukum dan juga lemahnya penerapan berbagai aturan.
Hal itu diungkapkan oleh Dian Ferdiansyah, S.H kepada tim wartawan Jurnal Aktual Indonesia ketika berkunjung ketempat kerjanya yang berada di apartemen M. Square Cibaduyut Kota Bandung, Senin (30/11/2020).
Dalam kesempatan tersebut, Advokat muda ini mengatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945, pasal 1 ayat 3 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum, hal ini mengandung arti bahwa setiap orang sama dihadapan hukum.
Pengertian negara hukum secara sederhana adalah negara yang penyelenggaraan kekuasaan pemerintahannya didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum, kekuasaan menjalankan pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum.
Dengan demikian dalam negara hukum, kekuasaan negara berdasar atas hukum, bukan kekuasaan, pemerintahan negara juga berdasar pada konstitusi, tanpa hal tersebut sulit disebut sebagai negara hukum.
“Supremasi hukum harus mencakup tiga ide dasar hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian,”tegasnya.
Oleh karena itu dirinya menekankan bahwa di negara hukum, hukum tidak boleh mengabaikan “rasa keadilan masyarakat”.
Dalam arti kata yang lebih luas lagi Advokat jebolan Universitas Pasundan ini menegaskan, Hukum wajib dan harus ditegakkan dalam kondisi apapun dan terhadap siapapun, namun hati nurani harus mendapatkan tempat untuk dikedepankan.
Contohnya seperti saat ini marak sekali kasus perampokan, pencurian dan kasus kejahatan lainnya. Ketika pelakunya tertangkap tangan, maka massa akan mengeroyok dan memukulinya bahkan sampai berujung kematian.
Kejadian demi kejadian telah dimuat di media elektronik, cetak dan media online. Pengaruh dari pemberitaan ini telah membentuk opini publik bahwa pelaku kejahatan harus dihukum dengan hukuman setimpal. Hanya saja, proses hukumnya terkadang berhenti di hukum rimba tadi dan pelakunya tewas diamuk massa.
Sehingga Hukum yang seharusnya berfungsi mengatur tingkah laku manusia dengan tujuan untuk ketentraman dan kedamaian di dalam masyarakat, namun selama masyarakat tidak lagi mempercayai bahwa hukum sebagai sarana untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di masyarakat, maka hukum rimbalah yang menjadi solusi penyelesaian sengketa yang terjadi antara para pihak.
Kondisi seperti ini tentu saja sangat mengkhawatirkan, jika para aparat penegak hukum tidak segera memberikan edukasi secara cepat kepada masyarakat tentang posisi dan definisi hukum kepada publik agar opini yang salah dan berkembang selama ini dapat dipatahkan.
Di sisi lain pun, Dian Ferdiansyah berharap agar kejadian seperti nenek mencuri buah semangka, kasus pencurian sandal milik seorang aparat, nenek Asyani mencuri kayu jati dapat ditangani dengan mengedapankan hati nurani sebagai Balance of Law tanpa mengesampingkan arti penegakkan hukum yang sebenarnya.
“Saya berasal dari keluarga yang bisa dibilang jauh dari berkecukupan, perjuangan untuk menggapai mimpi sebagai seorang advokat sangatlah berat, maka dari itu, saya sangat merasakan bagaimana menghadapi kesulitan dalam kondisi yang serba terbatas,” Ujarnya.
Advokat muda yang berjiwa sosial ini telah menorehkan beberapa prestasi dalam memenangkan persidangan dibeberapa kasus. Yang lebih mengagumkan lagi adalah kebanyakan klien yang dibelanya adalah dari kaum yang golongan ekonominya rendah bahkan dirinya rela untuk tidak dibayar.
“ Prinsip dalam hidup dan karir saya adalah hukum wajib di tegakan namun hati nurani tetap di kedepankan,” pungkasnya seraya menutup pembicaraan.